westart – Menstruasi adalah siklus alami setiap perempuan, namun periode sebelum menstruasi seringkali diwarnai serangkaian gejala yang kita kenal sebagai Sindrom Pramenstruasi (PMS). Bagi sebagian kecil perempuan, gejala ini bahkan jauh lebih intens dan melumpuhkan, suatu kondisi yang disebut Gangguan Disforik Pramenstruasi (PMDD). Memahami kedua kondisi ini—mulai dari gejala, penyebab, hingga strategi penanganannya—adalah langkah penting untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan di seluruh dunia.
Membedah Gejala dan Perbedaan PMS serta PMDD
Sindrom Pramenstruasi (PMS) sangat umum, memengaruhi hampir 90% perempuan di usia reproduktif. Gejalanya bervariasi dan dapat berubah setiap bulan, meliputi aspek fisik, emosional, dan perilaku. Secara fisik, PMS dapat menyebabkan nyeri payudara, kelelahan ekstrem, kulit kusam dan berjerawat, perut kembung, sakit kepala, nyeri punggung bawah, dan kram perut. Dari sisi emosional, PMS seringkali bermanifestasi sebagai perubahan suasana hati (mudah tersinggung, sedih, marah), kecemasan, dan frustrasi. Perubahan perilaku seperti nafsu makan meningkat (ngidam) dan penurunan hasrat seksual juga umum terjadi. Meskipun mengganggu, gejala PMS umumnya tidak sampai melumpuhkan aktivitas sehari-hari secara total.
Sebaliknya, Gangguan Disforik Pramenstruasi (PMDD) adalah bentuk PMS yang jauh lebih parah dan hanya dialami sekitar 3-5% perempuan. Gejala PMDD didominasi oleh aspek psikologis yang menyerupai gangguan suasana hati atau kecemasan parah. Ini mencakup depresi mendalam, kecemasan berlebihan (bisa sampai serangan panik), kesulitan berkonsentrasi, gangguan tidur (insomnia atau hipersomnia), dan perubahan suasana hati yang ekstrem serta cepat. Selain itu, iritabilitas dan kemarahan yang tidak terkendali sering memicu konflik interpersonal. PMDD dapat merusak hidup penderitanya, mengganggu pekerjaan, studi, dan hubungan sosial secara signifikan. Baik PMS maupun PMDD pada dasarnya merupakan respons biologis terhadap perubahan dalam tubuh.
Menganalisis Penyebab
Penyebab utama di balik PMS dan PMDD diduga kuat berkaitan dengan fluktuasi kadar hormon estrogen dan progesteron sepanjang siklus menstruasi. Pada fase subur, kadar estrogen meningkat, diikuti oleh progesteron. Jika tidak terjadi pembuahan, kedua hormon ini akan turun drastis. Penurunan inilah yang para ahli perkirakan memicu berbagai gejala fisik dan emosional. Khusus untuk PMDD, ada dugaan sensitivitas terhadap perubahan kadar serotonin, yaitu neurotransmitter (zat kimia otak) yang mengatur suasana hati. Fluktuasi hormon yang “normal” sekalipun dapat memicu respons kimia otak berlebihan pada individu dengan PMDD, sehingga gejalanya jauh lebih parah.
Mengatasi Dampak dengan Strategi Komprehensif
Meskipun Anda tidak dapat menghindari PMS dan PMDD sepenuhnya, Anda bisa mengelola gejalanya secara efektif untuk meningkatkan kualitas hidup. Pendekatan komprehensif seringkali diperlukan, melibatkan perubahan gaya hidup, suplementasi nutrisi, dan intervensi medis.
1. Perubahan Gaya Hidup Esensial: Mengadopsi gaya hidup sehat adalah fondasi penanganan. Ini termasuk berhenti merokok, karena dapat memperburuk ketidakseimbangan hormon. Mengurangi asupan kafein, gula, dan sodium juga sangat membantu; kafein dapat meningkatkan kecemasan, gula memperburuk mood swing, dan sodium menyebabkan retensi air serta kembung. Mencukupi tidur 7-9 jam setiap malam penting untuk mengatasi kelelahan dan mood swing. Olahraga teratur melepaskan endorfin yang meredakan stres, kecemasan, dan depresi, serta membantu mengurangi kembung. Selain itu, mengelola stres melalui yoga, meditasi, atau pernapasan dalam sangat krusial, karena stres merupakan pemicu kuat gejala. Pola makan seimbang dengan banyak serat, buah, dan sayur juga disarankan.
2. Suplementasi Nutrisi sebagai Dukungan: Beberapa vitamin dan mineral terbukti bermanfaat. Vitamin E dapat membantu mengurangi nyeri payudara dan kram. Vitamin B6 berperan dalam produksi serotonin, sehingga dapat meredakan gejala emosional. Magnesium memiliki efek relaksasi otot dan saraf, membantu mengurangi kram, sakit kepala, dan kecemasan. Sementara kalsium juga berkaitan dengan pengurangan gejala emosional dan fisik. Selalu berkonsultasi dengan profesional kesehatan sebelum memulai suplementasi.
3. Peran Pil KB dalam Penanganan Medis: Penelitian oleh Dr. Andrea J. Rapkin menunjukkan bahwa pil KB yang mengandung Etinilestradiol dan Drospirenon dapat sangat efektif. Pil KB jenis ini menstabilkan kadar hormon, sehingga mengurangi fluktuasi tajam yang memicu gejala. Studi menunjukkan bahwa pil ini mampu meringankan berbagai gejala PMS, termasuk retensi air, masalah kulit, nyeri payudara, serta gejala emosional seperti melankolis, mood swing, dan kecemasan, yang pada akhirnya meningkatkan kualitas hidup. Secara spesifik, pil KB dengan 3 mg Drospirenon dan 20 mikrogram Etinilestradiol juga efektif meredakan PMDD. Namun, Anda harus berkonsultasi medis sebelum menggunakan pil KB ini untuk memastikan kesesuaian dan meminimalkan risiko efek samping.
Dengan memahami mekanisme di balik PMS dan PMDD, serta menerapkan strategi penanganan yang komprehensif—dari perubahan gaya hidup hingga intervensi medis yang terarah—perempuan dapat mengambil kendali atas kondisi ini dan menikmati kualitas hidup yang jauh lebih baik. Ingatlah untuk selalu mencari saran dari profesional kesehatan untuk penanganan yang paling tepat sesuai kondisi Anda.
Sumber :
- PMS and The Pill. [Internet]. November 2020. Tersedia di: https://www.webmd.com/women/pms/pms-and-the-pill#1. Terakhir diakses: Mei 2021.
- Premenstrual Syndrome (PMS). [Internet]. Januari 2019. Tersedia di: https://www.health.harvard.edu/a_to_z/premenstrual-syndrome-pms-a-to_z. Terakhir diakses: Mei 2021.
- Drospirenone/ethinylestradiol 3mg/20microg (24/4 day regimen): a review of its use in contraception, premenstrual dysphoric disorder and moderate acne vulgaris. [Internet]. 2007. Tersedia di: https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/17683173/. Terakhir diakses: Mei 2021.